Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara
sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa
terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut
mengenai estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris,
yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika
merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni.
PERIODISASI ESTETIKA
Secara umum estetika barat dan timur merupakan pemikiran
spekulatif-logik terhadap keindahan maupu keindahan seni yang selalu
berkembang. Dua kebudayaan besar di dunia ini yakni kebudayaan barat dan timur
masing-masing memiliki cerminan pandangan yang berbeda. Kebudayaan barat tumbuh
dan berkembang di benua Eropa, Amerika atau negara yang menganut tradisi
kebudayaan barat ini. Kebudayaan barat ini memilik tradisi yang rasional, logis
dan bersifat individual. Tradisi ini berakar dari Yunani, Romawi dan tradisi
kristen.
Kebudayaan timur tumbuh dan berkembang sebagan besar di
benua Asia. Kebudayaan timur merupakan cerminan tradisi berfikir kolektif yang
memandang pribadi manusia dalam kebersamaan, berfikir secara sintesis dan
totalis dari alam. Kebudayaan timur berakar dari tradisi Hindu, Budha dan Cina
atau Confucianisme, hingga tradisi Islam masuk ke Asia.
Perbedaan
sudut pandang menghasilkan versi pengelompokkan atau periodisasi perkembangan
estetika yang berbeda-beda. Sumardjo (2000) mengelompokkan perkembangan
estetika yang terjadi di Barat menjadi delapan kelompok, yaitu: estetika Klasik
Graceo-Roman, estetika abad pertengahan, estetika Renaisans, estetika
pencerahan, estetikaromantik, estetika Positivisme Natural, estetika abad
ke-20, estetika kontemporer, Modern,dan Post modern.
Dalam konteks ini, yaitu estetika sebagai logika
dilatarbelakangi oleh suatu masa yang disebut dengan masa pencerahan. Dimasa
ini, manusia bebas menggunakan rasionya yang dijadikan sebagai alat analisa
berpikir secara kritis. Dalam masa ini pula, banyak dilahirkan pemikir
rasionalis, salah satu contohnya adalah Baumgarten, yang merupakan sosok filsuf
minor Jerman yang mencoba mengangkat sebuah konsep yan bernama estetika.
Berikut ini merupakan tokoh-tokoh penting lainnya pada periode estetika
pencerahan.
Tokoh-
tokoh dalam Periode Estetika Pencerahan :
I.
Shaftesbury (1671-1713)
Filsuf Inggris Shaftesbury
beranggapan bahwa apa yang disebut faculty of taste, itu bukan merupakan satu
indra selera sendiri, tetapi yang bersifat dwitunggal, karena mempunyai dua
fungsi, yakni:
1. Sebagai kemampuan moralitas, melakukan moral judgement, berarti mampu
menilai kesusilaan sesuatu perbuatan orang atau peristiwa.
2. Sebagai kemampuan menikmati keindahan sense of beauty atau indra
keindahan. Penggabungan berdua fungsi itu hingga menjadi satu fakulty
didasarkan atas keyakinan bahwa untuk kedua-duanya diperlukan keiklasan budi,
yang ia sebut disinterestedness (tidak berkepentingan).
II.
Hutcheson (1694-1746)
Hutcheson berpendapat bahwa di
dalam hati sanubari setiap orangterkandung beberapa banyak macam internal
senses atau indra-indra dalam seperti misalnya indra moralitas, indra yang
merasakan solidaritas, yangmerasakan patriotism, indra rasa malu, indra bangga,
indra merasa kebesaran, rasa jengah, dan diantara ada rasa nikmat indah.Hutchen
menambahkan baik indra ekstern maupun indra intern berfungsisecara langsung,
yakni bahwa setelah berfungsi setelah ada campur tangan dari pemikiran apa pun,
juga oleh intelek. Indra ekstern menghasilkan persepsi, indraintern
menghasilkan reaksi.
III. David
Hume (1711-1776)
David Hume mendasarkan
pendapatnya tentang keindahan atas pengalaman manusia (experience).
Manusia harus memperoleh
pengalaman tentang cirri-ciri apa yang seseorang rasakan sebagai “indah”.
Dengan memetik ciri-ciri indah secara umum boleh dikatakan bahwa David Hume
menuju ke arah standard of taste, ciri-ciri umum dari keindahan yang dapat
dipakai sebagai ukuran. Yang merupakan pokok dari falsafahnya tentang keindahan
adalah bahwa “subyek” lebih berperan dari pada obyek. Subyektivisme ini
didasarkan pada empiri atau pengalaman yang nyata. Ini berarti walaupun dasar
pikiran tentang keindahan bersifat subyektif, caranya untuk menentukan standard
of taste itu betul-betul obyektif, secara ilmiah melalui observasi dan anlisa.
IV.
Immanuel Kant (1724-1804)
Dengan adanya persamaan dan
perbedaan antara perasaan manusia terhadap sesuatu yang sama, maka Kant
menyusun teori keindahan yang sebagai dasar bahwa memang apriori (berarti:
telah hadir dari asalnya) ada suatu unsure daya dalam budi manusia yang membuat
budi peka terhadap “keindahan”. Daya atau faculty estetika yang menurut Kant
berfungsi dalam budimanusia mempunyai ciri-ciri yang merupakan hukum khas, yakni:
a.
Disinterestedness (tanpa
berkepentingan) yakni tidak dicampuri dengankeinginan-keinginan atau
pertimbangan-pertimbangan lain selain menikmatikeindahannya.
b.
Ciri universalisme,
diartikan bahwa berfungsinya daya estetika itu berlaku bagi semua manusia
diseluruh pelosok dunia.
c.
Ciri kemutlakan yang
berarti tidak bisa tidak. Kehadirannya dalam dirimanusia adalah mutlak.
d.
Ciri bertujuan, dengan
ini dimaksudkan bahwa daya estetika itu secaralangsung mengenal rupa yang
terarah, yang seolah-olah mempunyai arti, yang bermaksud tertentu ( form of
purpose).
Secara umum perkembangan teori estetika dalam abad ke-18
dapatdisimpulkan sebagai berikut; pada permulaan abad, sekitar 1700, pokok
perhatian falsafah keindahan berkisar pada benda yang indah, pada obyek. Yang
kita sebut keindahan bertempat (dilokalisasikan) pada obyek. Obyektivisma ini
pada permulaan masih bersifat transendental. Oleh karena Kant
mengemukakanfalsafahnya atas dasar “idea” keindahan, maka falsafahnya dianggap
sebagai puncak idealisme dalam falsafah keindahan.
0 comments:
Posting Komentar